K3 (Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja)
& SOP
KESEHATAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA
· Pengertian
Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja
1 Keamanan
Kerja
Pengertian
keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran
segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air,
maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,
seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa
dan lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat
resiko bahanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih
maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja.
Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang
lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur
penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa
materil maupun nonmateril.
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat
material diantaranya sebagai berikut.
1. Baju kerja
2. Helm
3. Kaca mata
4. Sarung tangan
5. Sepatu
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat
nonmaterial adalah sebagai berikut.
1. Buku petunjuk
penggunaan alat
2. Rambu-rambu
dan isyarat bahaya.
3. Himbauan-himbauan
4. Petugas
keamanan
Tujuan Keselamatan Kerja :
· Melindungi
para pekerja dan orang lain di tempat kerja.
· Menjamin
agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan effisien.
· Menjamin
proses produksi berjalan secara aman
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan
kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun
sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
3. Keselamatan Kerja
Keselamatan
kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan
pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang
harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang
menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada
jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
Unsur-unsur
penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Adanya
unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
b. Adanya
kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
c. Teliti
dalam bekerja
d. Melaksanakan
Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.
Keselamatan
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan (Suma’mur).Sasaran Segala tempat kerja (darat, di dalam tanah,
permukaan dan dalam air, udara) :
· Industri
· Pertanian
· Purtambangan
· Perhubungan
· Pekerjaan
umum
· Jas
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan
selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
Kecelakaan kerja
dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :
1. Mesin
2. Alat angkutan
3. Peralatan
kerja yang lain
4. Bahan kimia
5. Lingkungan
kerja
6. Penyebab yang
lain
Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
1. Kerugian
Langsung
Penderitaan pribadi, rasa kehilangan dari anggota
keluarga korban
2. Kerugian Tak
langsung (tersembunyi)
Kerusakan mesin dan peralatan, terganggunya
produksi, terganggunya waktu kerja karyawan dll.
Sebab-sebab kecelakaan
1. Tindak
perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)
2. Keadaan-
keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
Faktor utama:
1. Peralatan teknis
2.
Lingkungan kerja
3.
Pekerja
80-85%
kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia Suatu pendapat:
Langsung atau tidak langsung semua kecelakaan disebabkan oleh semua manusia
yang terlibat dalam suatu kegiatan.
Teori penyebab kecelakaan yang pernah diajukan
1.
Teori kemungkinan murni (pure change theory)
2. Teori kecenderungan untuk celaka (Accident prone
theory ) Tidak dapat menjelaskan asal usul penyebab sesungguhnya kecelakaan
· TUJUAN
KESEHATAN, KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA
Kesehatan, keselamatan,
dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau kesehatan jasmani
dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.
Secara singkat, ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah sebagaai berikut :
Secara singkat, ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah sebagaai berikut :
1. Memelihara
lingkungan kerja yang sehat.
2. Mencegah, dan
mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja.
3. Mencegah dan
mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja
4. Memelihara
moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul dari kerja.
5. Menyesuaikan
kemampuan dengan pekerjaan, dan
6. Merehabilitasi
pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.
Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan terhadap terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat.
Syarat-syarat kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ditetapkan sejak tahap perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Adapun
yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
Melindungi tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Menjamin keselamatan
setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
Sumber produksi
dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dalam hubungan
kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti
berikut:
Keselamatan kerja
adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi
keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan
langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung, yakni
kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa
saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat
kecelakaan kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan
kadang-kadang terlampau besar sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal
itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar.
Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan
angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya,
dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja
tenaga kerja.
Potensi-potensi bahaya
yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat
diobservasi, misalnya: (a) Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan
menampilkan aspek-aspek bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan
penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alay baru seperti mekanisasi. (b)
Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan
bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan
lain-lain. (c) Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai
akibat kecelakaan tambang, sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan
secara sendiri, minyak dan gas bumi termasuk daerah rawan kecelakaan. (d)
Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat,
laut dan udara serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian
pula telekomunikasi mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya. (e) Sektor jasa,
walaupun biasanya tidak rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik bahaya
kecelakaan khusus.
Menurut observasi,
angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan
hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal
dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja
yang besar secara keseluruhan.
Analisa kecelakaan
memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya,
sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta
kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebab ini
harus dihilangkan.
85% dari sebab-sebab
kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha keelamatan selain
ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek
manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja
kepada tenaga kerja merupakan sarana yang sangat penting.
Sekalipun upaya-upaya
pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini
adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial
untuk meringankan bebab penderita.
· Undang-undang
Keselamatan Kerja
UU
Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur
agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
UU
Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan
Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok
yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang
keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah kekuasaan
hukum NKRI.
Dasar
hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun
1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap
warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak
menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga
kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan.
Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja.
Ruang lingkup pemberlakuan UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif terhadap tempat kerja.
Tiga unsur yang harus dipenuhi adalah:
1. Tempat kerja
di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga
kerja, dan
3. Ada bahaya di
tempat kerja.
UUKK bersifat
preventif, artinya dengan berlakunya undang-undang ini, diharapkan kecelakaan
kerja dapat dicegah. Inilah perbedaan prinsipil yang membedakan dengan
undang-undang yang berlaku sebelumnya. UUKK bertujuan untuk mencegah,
mengurangi dan menjamin tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja untuk
mendapatkan perlindungan, sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara
aefisien, dan proses produksi berjalan lancar.
· Memahami
Prosedur yang Berkaitan dengan Keamanan
Prosedur
yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure) wajib
dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan peralatan kesalamatan
kerja. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja adalah melindungi dari
bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja.
Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa
kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pedoman itu antara lain:
a. Melindungi
pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari pekerjaan dan
lingkungan kerja.
b. Membantu
pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya
c. Memelihara
atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja.
Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
· Alat-alat
pelindung badanĂ¼
Pada
waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari resiko yang
ditimbulkan akibat kecelakaan, maka badan kita perlu menggunakan ala-alat
pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.
Berikut
ini akan diuraikan beberapa alat pelindung yang biasa dipakai dalam melakukan
pekerjaan listrik dan elektronika.
a.Pakaian kerja
Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan
berdasarkan ketentuan berikut.
· Pemakaian
pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin dialami
· Pakaian
longgar, sobek, dasi, dan arloji tidak boleh dipakai di dekat bagian mesin
· Jika
kegiatan produksi berhubungan dengn bahaya peledakan/ kebakaran maka harus
memakai pakaian yang terbuat dari seluloid.
· Baju
lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang.
· Benda
tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong.
· Tenaga
kerja yang berhubungan langsung dengan debu, tidak boleh memakai pakaian
berkantong atau mempunyai lipatan.
· Teori:
Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap
sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai
bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada
masa yang akan datang.
Bagaimana
K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang
tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian
mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga
mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma
kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3
dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya
kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang
dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan,
kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar
ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan
dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah
pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan
jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal
tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi
K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama
Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini
ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi
menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator.
Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda
dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun,
dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam
lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja.
Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi
industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang
dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja
(occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada
awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada
era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja
(personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat
dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing
negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian),
dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini
berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab
pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan
kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak
pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak
Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan
penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya,
pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan
perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah
berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut
sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang
dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en
Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang
pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia)
dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi
Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan
Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal
zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari
masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan
Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan
nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis
oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3
baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya
investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur).
Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang
ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No.
1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No.
14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak
menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma
kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat
kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang
angkasa.
Pengaturan hukum K3
dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU
No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di
atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain
seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik),
perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional
sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia
(HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya
sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa.
Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika
negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup.
Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan
mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada
urutan pertama sebagai syarat investasi.
KESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA (K3)
Sistem keamanan dan
keselamatan kerja terhadap keseluruhan personil baik Pengawas, Pelaksana dan
juga pekerja terutama yang ada di dalam lingkungan pekerjaan menjadi hal yang
sangat penting dan perlu mendapat perhatian.
Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan antara lain mengadakan sosialisasi K3, memasang
rambu-rambu peringatan agar bekerja hati-hati dan pemakaian alat-alat
pengamanan untuk keselamatan kerja dan perlindungan terhadap pekerjaan itu
sendiri. Untuk melayani apabila terjadi kecelakaan kecil disediakan
kotak/almari P3K mengadakan kerja-sama dengan Puskesmas terdekat. Apabila
Puskesmas tidak mampu akan dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.
Seluruh tenaga kerja
yang bekerja pada proyek ini akan diikut sertakan dalam program Astek ataupun
Jamsostek.
Secara
umum dapat diartikan tujuan penerapan K3 di proyek adalah agar tidak terjadi kecelakaan
kerja ( zero accident)
Program keselamatan dan kesehatan kerja pada Proyek
(RKP) meliputi :
· Kondisi
lingkungan lengkap dengan perencanaan site.
· Struktur
organisasi K3
· Pokok-pokok
perhatian K3
· Identifikasi
resiko kecelakaan dan pencegahan
· Identifikasi
kondisi dan alat yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
· Jenis
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
· Daftar
Instansi terkait.
· Kondisi
Lingkungan dan Perencanaan Site.
· Pengaturan
jalan mobilitas bahan, tenaga dan alat.
· Lokasi
penyimpanan bahan/material.
· Lokasi
fabrikasi
· Direksi
keet
· Barak
kerja.
Struktur
Organisasi Unit K3 :
· Ketua
Unit
K3 :
Kepala Proyek
· Sekretaris :
Teknik
· Bendahara :
Personalia dan Keuangan
· Pelaksana
K3 :
Para Pelaksana
· Anggota :
Seluruh personil proyek.
Pokok-pokok perhatian K3 :
· Kecelakaan
kerja akibat dri penggunaan :
1. Alat / Mesin\
2. Tahapan/metode
pelaksanaan.
· Penyakit
akibat kerja
1. Suara
dan asap pengguna alat
2. Penggunaan
bahan kimia berbahaya
· Pemaparan
terhadap kondisi lingkungan.
· Pertolongan
pertama pada kecelakaan ( P3K )
· Usaha-usaha
penyelamatan
Identifikasi
resiko kecelakaan dan pencegahan :
· Jatuh :
Menggunakan sabuk pengaman
Pemasangan jarring pengaman
Penggunaan scaffolding yang benar
Pemasangan pagar pengaman
Pemasangan rambu/tanda
· Kejatuhan : Pemakaian
helm pengaman
Pemasangan jaring pengaman.
Pemasangan rambu/tanda
· Luka : Pemakaian
sarung tangan, sepatu
· Sakit
mata : Pemakaian kacamata.
Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan :
· Pemasangan
poster/himbauan tentang K3
· Penggunaan
alat keselamatan kerja yang memadai (helm, sarung tangan, sepatu dll)
· Pemberian
rambu-rambu petunjuk dan larangan.
· Pemasangan
pagar pengaman di antara lantai dan tangga
· Briffing
setiap pagi kepada Mandor dan Sub yang terlibat.
· Menjaga
kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai
· Penempatan
material/bahan yang sensitive/berbahaya dengan benar
· Menjaga
kondisi jalan kerja agar tetap layak pakai
· Perlu
mendapat perhatian terhadap alat yang menimbulkan suara bising, asap dan residu
lainnya.
· Penyediaaan
alat pemadam kebakaran
· Penempatan
Satpam
· Kerjasama
dengan klinik atau rumah sakit terdekat.
Pemeliharaan
Kesehatan :
· Penyediaan
air bersih
· Pembuatan
sarana MCK yang memadai
· Penyediaan
tempat sampah dan pembuangan keluar lokasi kerja
· Kerjasama
dengan klinik atau rumah sakit terdekat
Instansi
terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja :
· Depnakertrans
· Kepolisian
· Pemda
· Puskesmas/Dokter
· Perlindungan
Astek
Pelatihan
K3
Pada
umumnya program pelatihan K3 mencakup :
· Kebijakan
K3 Perusahaan
· Cara
bagaimana K3 dapat diorganisir di tempat kerja
· Prosedur
K3 dalam Perusahaan
· Pengendalian
bahaya dan resiko
· Undang-undang
K3
· Prosedur
keadaan darurat
Program
pelatihan K3 perlu mencakup beberapa kelompok sasaran, diantaranya :
· Manajemen
senior
· Manajer/supervisor
· Karyawan
· Orang
yang mempunyai tanggung jawab penuh
· Operator
· Pengunjung
lokal/tamu
Perlengkapan
dan peralatan penunjang program K3, meliputi :
· Pemasangan
bendera K3, bendera perusahaan dan bendera Negara Republik Indonesia.
· Pemasangan
sign board K3 berupa slogan-slogan yang mengingatkan akan perlunya bekerja
dengan selamat, gambar-gambar atau pamflet tentang bahaya / kecelakaan yang
mungkin terjadi di lokasi pekerjaan. Slogan maupun pamflet dapat dipasang
di kantor proyek dan lokasi pekerjaan berlangsung .
Kegiatan K3,
meliputi :
Kelengkapan
administrasi
· Pendaftaran
proyek ke Disnaker setempat
Pihak pelaksana proyek
wajib melapor dan mendaftar ke Disnaker setempat, karena Disnaker adalah instansi
pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab menangani K3
· Pendaftaran
dan pembayaran ASTEK
Sesuai dengan ketentuan Negara, perusahaan/proyek
yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 10 orang, wajib melindungi pekerja
melalui Asuransi Tenaga Kerja.
· Pendaftaran
dan pembayaran asuransi lainnya, misalnya CAR
· Izin
dari pihak yang terkait tentang penggunaan jalan dan jembatan
Untuk beberapa proyek kadang perlu alat berat yang
harus didatangkan dan bila keadaan jalan/jembatan relatif kecil, perlu izin
pihak terkait.
· Keterangan
laik pakai untuk penggunaan alat berat/ringan yang memerlukan rekomendasi dari
Depnaker atau instansi yang berwenang.
· Peralatan
proyek yang menyangkut keselamatan umum pada saat pengoperasian harus dimonitor
pemakaiannya oleh instansi pemerintah yang berwenang.
· Pemberitahuan
kepada pemerintah/lingkungan setempat perihal laporan tentang
keberadaan/kegiatan proyek.
Pengawasan Pelaksanaan K3 meliputi :
· Safety
Patrol : Suatu team yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan
patroli selama lebih kurang 2 jam (tergantung lingkup proyek). Dalam patroli
masing-masing anggota safety patrol mencatat hal-hal yang tidak sesuai
ketentuan/yang mempunyai resiko kecelakaan. Ketentuan/tolok ukurnya adalah :
Safety Plan, Panduan pelaksanaan K3 dan hal-hal yang secara teknis mengandung
resiko.
· Safety
Supervisor : Petugas yang ditunjuk oleh Manager Proyek yang secara terus
menerus mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi
K3 : Safety Supervisor berwenang menegur dan memberikan instruksi langsung
terhadap para pelaksana di lapangan.
· Safety
Meeting : Rapat membahas hasil/laporan dari safety patrol maupun
hasil/laporan dari safety supervisor. Yang paling utama dalam safety meeting
adalah perbaikan atas pelaksanaan kerja yang tidak sesuai K3 dan perbaikan
system kerja untuk mencegah penyimpangan tidak terulang kembali.
· Pelaporan
dan Penanganan Kecelakaan : Pelaporan dan Penanganan kecelakaan terdiri
dari kecelakaan ringan, kecelakaan berat, kecelakaan dengan korban meninggal
dan kecelakaan peralatan berat.
Perlengkapan Diri (APD)
· Helmet:
Alluminium, Standard (CIC)
· Sepatu
lapangan : kulit, karet
· Jas
hujan
· Masker
las
· Kaca
mata las
· Sabuk
pengaman
· Tali
pengaman
· Masker
hidung
· Penutup
telinga
· Sarung
tangan
· Handy
Talky
· Senter
· Tas
Pinggang
· Kartu
pengenal.
Perlengkapan K3
· Tandu
Orang
· Alat
pemadam kebakaran
· Rambu-rambu
petunjuk
· Spanduk
K3
· MCK
· Pompa
air
· Mushola
· Bedeng
pekerja
· Ruang
Klinik
· P3K
· Papan
pengumuman.
Manajemen Pelaksanaan K3L dalam Pelaksanaan di
Proyek
Perusahaan
Jasa Konstruksi dalam melaksanakan pekerjaannya banyak menyerap tenaga kerja,
baik yang mempunyai kemampuan dan keahlian cukup maupun yang terbatas. Kegiatan
jasa konstruksi melibatkan banyak tenaga kerja, peralatan konstruksi,
mesin-mesin, bahan bangunan dan menerapkan berbagai macam teknologi. Dalam
melaksanakan pekerjaan konstruksi sering terjadi berbagai macam masalah seperti
robohnya perancah, tenaga kerja jatuh dari ketinggian, terkena aliran listrik
dan kecelakaan kerja lainnya. Untuk itu disusun Standart K3L bagi sector jasa
konstruksi yang ditujukan agar ditempat kerja tidak terjadi kerugian, gangguan
ataupun kecelakaan, menjaga keselamatan, kesehatan, sehingga pekerja dapat
melakukan pekerjaan merasa aman terhadap bahaya.
Syarat-syarat Manajemen
K3L yang akan diterapkan di proyek antara lain sebagai berikut :
· Memberi
pengarahan langsung kepada tenaga kerja setiap melaksanakan kegiatan guna
mencegah dan mengurangi kecelakaan.
· Memberi
pertolongan pertama pada kecelakaan
· Membekali
peralatan keamanan pada para pekerja pada saat melaksanakan pekerjaan
· Mencegah
dan mengurangi timbulnya penyakit dengan menjaga kebersihan setiap pekerja.
· Memberikan
fasilitas yang mencukupi dalam melaksanakan pekerjaan seperti lampu penerangan,
ataupun peralatan lain yang dibutuhkan.
· Memelihara
kesehatan dengan mengadakan pemeriksaan berkala dari ahli dalam bidang
kesehatan.
· Memperoleh
keserasian antara kondisi lingkungan setempat dengan keberadaan tenaga kerja,
peralatan kerja dan proses dan metode kerja.
· Menyesuaikan
dan menyempurnakan pengamanan pada para pekerja yang sedang bekerja.
· Menyediakan
fasilitas MCK yang mencukupi bagi pekerja.
· Menyediakan
obat-obatan di proyek.
SOP-JSA
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)
Dalam merancang
suatu Standard Operating Procedure (SOP), diperlukan suatu pemahaman
tentang defenisi dari SOP tersebut, fungsi dan tujuan SOP, Manfaat SOP, maupun
bentuk dan cara pembuatan SOP. Berikut penjelasan dari hall-hal yang di sebut
di atas :
Defenisi Standard
Operating Procedure
1. Ada
banyak defenisi tentang Standard Operating Procedure (SOP) adalah
suatu panduan yang menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus
dilaksanakan.
2. Standard
Operating Procedure (SOP) adalah serangkaian instruksi yang mengambarkan
pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah
organisasi.
3. Standard
Operating Procedure (SOP) adalah sebuah panduan yang dikemukakan secara
jelas tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua karyawan dalam
menjalankan kegiatan sehari-hari.
4. Standard
Operating Procedure (SOP) adalah serangkaian instruksi yang digunakan
untuk memecahkan suatu masalah.
Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure
Fungsi Dan
Tujuan Standard Operating Procedure (SOP) adalah untuk mendefenisikan
semua konsep dan teknik yang penting serta persyaratan dibutuhkan, yang ada
dalam setiap kegiatan yang dituangkan ke dalam suatu bentuk yang langsung dapat
digunakan oleh karyawan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari.
SOP yang dibuat harus
menyertakan langkah kegiatan yang harus dijalankan oleh semua karyawan dengan
cara yang sama. Oleh sebab itu, SOP dibuat dengan tujuan memberikan kemudahan
dan menyamakan presepsi semua orang yang berkepentingan sehingga dapat lebih
dipahami dan dimengerti.
Manfaat Standard
Operating Procedure
Standard Operating Procedure (SOP) dibuat
dengan maksud dan tujun tertentu, sehingga memberikan manfaat bagi pihak yang
bersangkutan.
Berikut beberapa manfaat dari SOP :
Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari
proses yang dijalankan.
Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak
yang bersangkutan.
Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang
diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka
kerja sudah distandarkan.
Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan
memberikan feedback bagi pengembangan SOP.
Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena
sudah ada arah yang jelas.
Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang
terkait, terutama pekerja dengan pihak manajemen.
Bentuk Dan Cara Pembuatan Standard Operating
Procedure
Bentuk Standard
Operating Procedure
Tujuan utama dari
pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) adalah memberikan
kemudahan bagi para orang yang berkepentingan dalam membacanya, sehingga orang
tersebut dapat mengerti dan dapat menjalankan prosedurnya dengan benar. Oleh
sebab itu diperlukan suatu pertimbangan untuk dapat menentukan bentuk SOP yang
digunakan, yaitu jumlah keputusan yang akan diambil dan jumlah langkah
yang akan dilakukan dalam suatu proses.
Berikut macam-macam
bentuk SOP yang dapat dipilih untuk digunakan :
1. Simple
Steps
Bentuk
SOP ini dipakai untuk prosedur rutin yang singkat dan tidak terlalu membutuhkan
banyak keputusan.
2. Hierarchical
Steps
Bentuk
ini dipakai untuk prosedur yang cukup panjang (lebih dari 10 langkah) tetapi
tidak memerlukan banyak keputusan.Bentuk ini memudahkan orang yang sudah
berpengalaman karena bagian dari masing-masing langkah dijelaskan secara
terperinci. Sedangkan untuk orang baru, dapat memudahkan untuk mempelajari
prosedur tersebut.
3. Graphic
Procedures
Bentuk
ini dipakai untuk prosedur yang cukup panjang (lebih dari 10 langkah) tetapi
ini tidak memerlukan banyak keputusan, sama seperti Hierarchical Steps.
Grafik
dapat membantu menyederhanakan suatu proses dari bentuk yang panjang menjadi
bentuk yang singkat. Gambar ataupun diagram juga dapat digunakan untuk
mengilustrasikan apa yang menjadi tujuan dari suatu prosedur.
4. Flowchart
Flowchart merupakan
grafik sederhana yang menjelaskan langkah-langkah prosedur dalam pembuatan
suatu keputusan. Bentuk flowchart digunakan untuk prosedur yang memiliki banyak
keputusan. Dalam pembuatan SOP bentuk flowchart ini diperlukan
simbol-simbol yang dapat membantu menjelaskan setiap langkah. Berikut
simbol-simbol yang di gunakan.
Gambar : Simbol-simbol Flowchart
Berikut uraian bentuk dan kriteria SOP :
Tabel : Bentuk dan kriteria SOP
Banyak Keputusan ?
|
Lebih dari 10 langkah
|
Bentuk SOP
|
Tidak
|
Tidak
|
Simple Steps
|
Tidak
|
Ya
|
Hierarchical atau Graphic
|
Ya
|
Tidak
|
Flowchart
|
Ya
|
Ya
|
Flowchart
|
Selain bentuk SOP, ada
hal-hal yang juga penting untuk disertakan dalam pembuatannya, yaitu judul
harus jelas dan dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dari prosedur
tersebut, nama orang atau unit yang bertanggung jawab terhadap prosedur
tersebut, tanggal berlakunya prosedur ataupun hasil revisinya.
Penulisan Standard Operating Procedure
Standard Operating
Procedure (SOP) dapat dikaitkan baik jika semua yang tertulis didalamnya
dapat dibaca dan dimengerti oleh setiap orang yang menggunakannya. Oleh sebab
itu diperlukan suatu cara yang benar dalam pembuatan Standard Operating
Procedure. Berikut cara efektif dalam membuat Standard Operation
Procedure :
1. Menuliskan
setiap tahapan proses pada suatu prosedur dalam kalimat yang pendek. Kalimat
yang panjang lebih susah dimengerti.
2. Menuliskan
setiap tahapan proses pada suatu prosedur dalam bentuk kalimat perintah.
Kalimat perintah menunjukan langsung apa yang harus dilakukan.
3. Mengkomunikasikan
dengan jelas setiap kata yang digunakan pada suatu prosedur.
4. Menggunakan
istilah-istilah atau singkatan yang memang sudah umum digunakan dalam kegiatan
sehari-hari.
Pembuatan Standard Operating
Procedure harus dengan format yang konsisten, sehingga pihak yang
menggunakan menjadi terbiasa dan mudah.
Memahami Standard Operating Procedure yang
dimaksud. Berikut susunan isiStandard Operating Procedure :
1. Lembar
Data Dokumen (Document Data Sheet).
Berisi tentang semua
informasi yang mewakili dokumen itu sendiri, antara lain nama dokumen, siapa
yang membuat, kapan dokumen disetujui, siapa yang menyetujui, ringkasan dar isi
dokumen, dll.
2. Tujuan
dan Ruang Lingkup.
Berisi tentang
penjelasan tujuan dibuatnya prosedur dan alasan mengapa prosedur tersebut
dibutuhkan serta penjelasan batasan-batasan dan area pembahasan prosedur yang
dibuat.
3. Prosedur
Prosedur merupakan
bagian utama dari dokumen. Prosedur yang dibuat merupakan gambaran dari suatu
proses yang menjelaskan dalam detail setiap urutan prosesnya.Form yang
digunakan pada suatu proses juga dijelaskan.
4. Tugas
dan Tanggung Jawab
Berisi tentang tugas
dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terkait dalam suatu proses.
Pelaksanaan Standard Operating Procedure
Ada tujuh tahapan atau langkah yang dapat digunakan
untuk membuat suatu prosedur yang baik dan memaksimalkan semua potensi yang
ada, antara lain sebagai berikut :
1. Menentukan
tujuan yang ingin dicapai.
Langkah awal yang harus
dilakukan adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai. Suatu prosedur akan berjalan
dengan baik apabila dirancang dengan tujuan yang spesifik yang ingin dicapai.
Selanjutnya menentukan tujuan akhir oleh perusahaan melalui manajemen yang baik
dengan SOP yang sudah dibuat.
2. Membuat
rancangan awal
Setelah
tujuan selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah menentukan bentuk SOP yang
akan digunakan. Jika bentuk awalnya adalah flowchart, langkah awalnya
adalah menentukan point utama yang menjadi pokok permasalahan. Selanjutnya,
menentukan keputusan tentang apa yang dibutuhkan oleh pekerja untuk dilakukan
dan tindakan penanganannya.
Dalam
membuat rancangan awal disarankan tidak membuat secara detail, sampai
didapatkan prosedur yang benar-benar sesuai dengan kenyataan.
3. Melakukan
evaluasi internal
Setelah
prosedur selesai dibuat, lakukan evaluasi dengan cara menyerahkan prosedur
kepada orang-orang yang bersangkutan. Dengan menyerahkan tersebut diharapkan
dapat menerima saran-saran perbaikan sehingga dapat dilakukan perbaikan supaya
menjadi dipahami dan lebih akurat.
4. Melakukan
evaluasi eksternal
Hal
yang paling penting dalam melakukan evaluasi eksternal adalah keberadaan tim
penasehat yang berasal dari perusahaan. Tim penasehat tersebut akan menilai dan
mengevaluasi secara murni berdasarkan ilmu yang dimiliki dan hasil perbandingan
dengan perusahaan lain yang sejenis.
5. Melakukan
uji coba
Satu-satunya
cara untuk mengetahui prosedur yang dibuat sudah efektif yaitu dengan mencoba
menjalankan langsung prosedur tersebut. Setelah dijalankan langsung, maka akan
diketahui apakah ada langkah-langkah pada prosedur yang tidak benar dan tidak
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
6. Menempatkan
Prosedur pada unit terkait
Setelah
dilakukan uji coba, SOP diletakan pada bagian atau unit yang terkait. Peletakan
SOP sebaiknya pada tempat yang memungkinkan setiap orang yang berkepentingan
dapat melihat dengan mudah. Jika memungkinkan, prosedur dicetak dalam ukuran
yang besar sehingga para operator dapat dengan mudah melihat dan membacanya.
7. Menjalankan
Prosedur yang sudah dibuat
Langkah terakhir yang
harus dilakukan dalam pembuatan SOP adalah menjalankan prosedur yang sudah
dibuat sesuai dengan rancangan yang sudah dibuat. Pastikan semua pihak
bersangkutan mengerti mengapa pelaksanaan SOP harus benar-benar dijalankan.
Konsep Work Instruction (WI)
Work
Instruction (WI) menyediakan seluruh yang dibutuhkan secara detail untuk
melakukan pekerjaan yang spesifik dengan benar dan sesuai standar yang
baku. Work Instruction (WI) menunjukan bagaimana organisasi
menghasilkan suatu produk atau menyediakan pelayanan dan system control untuk
meningkatkan system kualitas dari produk tersebut agar sesuai dengan standar.
Work
Instruction (WI) merupakan bagian dari Standard Operating
Procedure(SOP). Pembuatan Work Instruction (WI)harus jelas, akurat, dan selalu
didokumentasikan serta tidak boleh mengandung penjelasan yang meragukan. WI
harus menggambarkan kenapa WI tersebut dibuat, kapan harus selesai, apa yang
harus dikerjakan, perlengkapan apa saja yang akan dipakai, dan kriteria apa
saja yang harus dipenuhi. Penyusunan WI membuat berbagai komponen didalamnya,
yaitu sebagai berikut :
1. Lembar
Data Dokumen (Document Data Sheet).
Berisi
tentang semua informasi yang mewakili dokumen itu sendiri, antara lain nama
dokumen, siapa yang membuat, kapan dokumen disetujui, siapa yang menyetujui,
ringkasan dari isi dokumen, dll.
2. Tujuan
dan Ruang Lingkup.
Berisi
tentang penjelasan tujuan dibuatnya dokumen dan alas an mengapa dokumen
tersebut dibutuhkan serta penjelasan batasan-batasan dan area pembahasan
prosedur yang dibuat.
3. Peosedur
Prosedur
merupakan bagian utama dari dokumen. Prosedur yang dibuat merupakan gambaran
dari suatu proses yang menjelaskan dengan detail setiap urutan
prosesnya.Form yang digunakan pada suatu proses juga dijelaskan.
JOB SAFETY ANALYSIS
Salah satu cara untuk
mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun
prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan metode kerja yang
efisien dan aman. Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu
keuntungan dari menerapkan Job Safety Analysis (JSA) – yang meliputi
mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya
pekerjaan yang sudah ada atau potensi (baik kesehatan maupun keselamatan), dan
menentukan jalan terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini.
JSA digunakan untuk meninjau
metode kerja dan menemukan bahaya yang :
Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan
dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.
Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau
personel.
Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
Pengertian Job Safety Analysis
JSA merupakan
identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja yang dapat diidentifikasi,
dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA :
Identifikasi bahaya
yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan yang berpotensi untuk
menyebabkan bahaya serius.
Menentukan bagaimana
untuk mengontrol bahaya.
Membuat perkakas
tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf lainnya.
Bertemu dengan pelatih
OSHA untuk mengembangkan prosedur dan aturan kerja yang spesifik untuk setiap
pekerjaan.
Keuntungan dari
melaksanakan JSA adalah :
Memberikan pelatihan
individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.
Membuat kontak
keselamatan pekerja.
Mempersiapkan observasi keselamatan yang terencana.
Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
Memberikan instruksi pre-job untuk pekerjaan luar
biasa.
Meninjau prosedur kerja setelah kecelakaan terjadi.
Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang
memungkinkan dalam metode kerja.
Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan
di tempat kerja.
Supervisor dapat belajar mengenai pekerjaan yang
mereka pimpin.
Partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat
kerja.
Mengurangi absent.
Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah.
Meningkatkan produktivitas.
Adanya sikap positif terhadap keselamatan.
Mengembangkan Sebuah JSA
a. Memilih Pekerjaan
Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk
mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan
yang akan dianalisa, supervisor sebuah departemen harus memenuhi faktor berikut
ini :
frekuensi kecelakaan.
Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang kecelakaan
merupakan prioritas utama dalam JSA.
Tingkat cedera yang menyebabkan cacat.
Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus
dimasukan ke dalam JSA.
kekerasan potensi
Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah
kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
Pekerjaan baru
JSA untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat sebisa
mungkin. Analisa tidak boleh ditunda hingga kecelakaan atau hamper terjadi
kecelakaan.
mendekati bahaya
Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus
menjadi prioritas JSA.
b. Membagi Pekerjaan
Untuk membagi
pekerjaan, pilihlah pekerja yang benar untuk melakukan observasi. Pilihlah
pekerja yang berpengalaman, mampu dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide.
Jelaskan tujuan dan keuntungan dari JSA kepada pekerja.
Observasi performa
pekerja terhadap pekerjaan dan tulis langkah dasar JSA. Rekaman video pekerjaan
dapat digunakan untuk peninjauan di masa mendatang. Pertanyakan langkah awal
pekerjaan dilanjutkan langkah selanjutnya dan seterusnya.
c. Identifikasi Bahaya
dan Potensi Kecelakaan Kerja
Tahap berikutnya untuk
mengembangkan JSA adalah identifikasi semua bahaya termasuk dalam setiap
langkah. Identifikasi semua bahaya baik yang diproduksi oleh lingkungan dan
yang berhubungan dngan prosedur kerja.
Tanyakan pada diri
masing-masing pertanyaan berikut untuk setiap tahap:
adakah bahaya mogok,
akan mogok atau kontak yang berbahaya dengan objek pekerjaan?
Dapatkah pekerja
memegang objek dengan aman?
Dapatkah gerakan
mendorong, menarik, mengangkat, menekuk atau memutar yang dilakukan menyebabkan
ketegangan?
Adakah potensi
tergelincir atau tersandung?
Adakah bahaya jatuh
ketika pekerja berada di tempat tinggi?
Dapatkah pekerja
mencegah bahaya saat kontak dengan sumber listrik dan kontak putus?
Apakah lingkungan
berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan? Adakah konsentrasi gas beracun, asap,
kabut, uap, debu, panas atau radiasi?
Adakah bahaya ledakan?
d. Mengembangkan Solusi
Langkah terakhir dalam
JSA adalah mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau
potensi kecelakaan. Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan:
Menemukan cara baru
untuk suatu pekerjaan
Mengubah kondisi fisik
yang menimbulkan bahaya.
Mengubah prosedur
kerja,
Mengurangi frekuensi
pekerjaan.
Poin utama dari job
safety analysis adalah : mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi
serta mengontrol bahaya yang ada.